Kemkomdigi Gelar Bimtek Angkat Isu Karhutla
Public Relations Coach Jojo S. Nugroho memberikan simulasi media handling komunikasi krisis kepada peserta luring.-weradio.co.id-Humas Komdigi
“Mitigasi awal, di awal musim kemarau, diperlukan dengan melaksanakan sosialisasi baik ke media sosial, dan lokasi-lokasi di rawan bencana,” tambah Sudirman. Pengendali Ekosistem Hutan Madya Balai Pengendalian Kebakaran Hutan Wilayah Sumatra, Nurhadi, menjelaskan di samping musim kemarau, upaya pembukaan lahan yang sembarangan juga dapat menyebabkan karhutla.
Ia menekankan pentingnya partisipasi publik dalam mendukung Manggala Agni yang turun ke lapangan sebagai garda terdepan pemadaman karhutla. Salah satunya, tidak membersihkan lahan dengan membakar.
BACA JUGA:AS dan Tiongkok Perpanjang Gencatan Senjata Perang Dagang Sampai...
“Laporkan apabila sulit ditanggulangi, baik kepada pemadam kebakaran dan Manggala Agni. Libatkan masyarakat melalui masyarakat peduli api. Terakhir, lindungi sumber-sumber air khususnya saat kemarau melalui pembuatan sekat kanal atau embung,” papar Nurhadi.
Bimbingan Teknis Perkuat Kapasitas Komunikasi Krisis
Pada sesi kedua, hadir dua narasumber praktisi yakni Jurnalis/News Anchor, Andromeda Mercury dan Public Relations Coach, Jojo S. Nugroho. Keduanya membagikan tips dan trik serta penerapan komunikasi krisis.
Dari segi media sosial, Andromeda Mercury menyampaikan bahwa kini masyarakat mayoritas mencari informasi bukan dari mesin pencari, melainkan media sosial. Andromeda memaparkan dari dataindonesia.id bahwa per Januari 2025, Indonesia menempati urutan kedua negara dengan pengguna TikTok terbesar.
“Ini di satu sisi menguntungkan jika narasinya positif, tetapi kalau narasinya negatif maka bisa sangat destruktif, masif, dalam hitungan menit, jam, bisa menyebar tanpa batasan jarak dan waktu,” tekan Andromeda.
BACA JUGA:Pertemuan Rusia dan Amerika Serikat di Alaska, Vladimir Putin Ajukan Permintaan Konyol?
Selain itu, informasi yang disampaikan ke media sosial tidak cukup hanya berisi 5W+1H, tetapi perlu memakai hook/punchline yang memancing rasa penasaran audiens. Andromeda menekankan bahwa krisis harus ditanggapi dengan cepat namun jangan terlalu reaktif.
“Sampaikan dengan bahasa yang efektif, berdasarkan data/fakta lapangan bukan opini, libatkan pihak ketiga yang lebih terpercaya. Gunakan multiplatform dan perbarui informasi secara berkala,” pungkas Andromeda.
Sejalan dengan itu, Jojo S. Nugroho menyampaikan bahwa dalam komunikasi krisis, penting untuk memahami atau listen to understand. Namun realita di lapangan, komunikasi antarunit seringkali tidak seragam dan respon terhadap isu publik cenderung reaktif, bukan antisipatif.
“Isu sekecil apapun harus dikelola komunikasinya supaya tidak menjadi krisis, terlebih di tengah era digital yang sangat cepat menyebarkan informasi, termasuk informasi negatif,” papar Jojo.
Krisis komunikasi dijelaskan Jojo merupakan peristiwa, rumor, atau informasi, berasal dari internal atau eksternal, yang membawa pengaruh buruk terhadap reputasi dan dapat mengancam.
BACA JUGA:Benjamin Sesko Ancam Pesaing di Liga Inggris akan Bawa MU Terbang Tinggi lagi
“Ada namanya golden hours dalam menangani krisis yaitu 6 jam. Dua jam pertama penting untuk cek SOP krisis, hitung dampak dan risiko, dan kumpulkan tim krisis. Dua jam selanjutnya, harus sudah ada stand by statement, tentukan juru bicara, dan jangan lupa untuk menyampaikan empati. Dua jam terakhir, siapkan hak jawab jika ada hal-hal yang perlu diluruskan dan lakukan pendekatan digital di media sosial atau media,” jelas Jojo lebih spesifik.